Wisata Bukit semomban di Kalimantan Barat dan sejarahnya

Kalimantan Barat merupakan wilayah terluas ke empat di Indonesia dengan luas area mencapai 146.807 km2. Provinsi yang terdiri dari 14 kabupaten ini, juga menyimpan segudang kearifan lokal dan pesona alam yang gak kalah keren dari provinsi lainnya mari kita simak.
Selain terkenal dengan Sungai Kapuas yang membentang luas,dan mayoritas penduduknya adalah suku Dayak dan Melayu, provinsi ini juga memiliki banyak bukit yang memberikan pemandangan eksotis dan sayang untuk dilewatkan oleh para pencinta alam.

Tersebar di berbagai kabupaten, berikut sejarah Bukit Sebomban yang berada di Kalimantan Barat beserta sejarah nya menurut penduduk sekitar.Pulau yang kerap disebut sebagai 'surga' Pulau Borneo.
1.Bukit Sebomban
Keindahan Bukit Sebomban yang sungguh mempesona ini berada di Dusun Kadak Desa Upe, Kecamatan Bonti. Dan jarak tempuh dari Desa Upe 7.63 km, 7.63 km. dari kabupaten Sanggau dan 165.46 km. dari kota Pontianak, Dan tinggi Bukit ini 505 MDPL. Dibawah kaki bukit memiliki air terjun kecil yang biasa di sebut dengan Riam Buci
Riam Buci

Asal Usul Sejarah Bukit Sebomban
Pada masyarakat suku Dayak Mayau (Mayao), ada legenda yang tetap diyakini oleh mereka hingga saat ini yaitu asal usul Bukit Sebomban.

Pada suatu ketika, hidup seorang nenek dengan cucunya mereka tinggal di dalam hutan yang jauh dari perkampungan di sebuah gubuk reot. Mereka hidup dan dikucilkan oleh orang kampung karena orang kampung tidak terlalu menyukai mereka berdua. Sang nenek dan si cucu hidup dari hasil hutan dengan peratan dan perkakas seadanya.

Cerita ini bermula ketika orang kampung mengadakan pesta Gawai Panen Padi selama 7 hari 7 malam, karena panen yang mereka dapat tahun ini melimpah ruah. Mereka mengundang kampung tetangga dari 4 penjuru untuk datang menghadiri Pesta Gawai yang diadakan oleh orang kampung. Namun, mereka tidak turut mengundang nenek dan sang cucu (karena adat istiadat pada zaman itu apabila mengadakan gawai semua orang harus diundang ke dalam pesta tersebut, kalau tidak akan mendapat petaka).

Pada suatu hari, cucu tersebut sangat ingin ke kampung karena mendengar kabar bahwa orang kampung mengadakan pesta gawai dari orang-orang kampung tetangga berangkat ke pesta gawai. Si cucu ini meminta izin kepada nenek nya untuk menghadiri pesta gawai tersebut,dan si nenek mengindahkan keinginan cucu satu satunya itu. Setelah meminta izin,si cuci pun bergegas berangkat pergi untuk menghadiri acara gawai tersebut. Tetapi alangkah malangnya nasib sang cucu, bukan 
kemeriahan yang dia dapati, tetapi si cucu di usir dan mendapat perlakuan yang kasar dari para penjaga acara,si cucu  Dengan perasaan sedih dia pulang ke rumah kecilnya menemui neneknya dan menceritakan seluruh perlakuan orang kampung terhadap dirinya kepada neneknya. Sang nenek turut sedih hatinya mendengar cerita cucunya. Karena merasa iba kepada cucunya sang nenek pun menyuruh sang cucu kembali lagi ke kampung menuju acara tersebut, barangkali ada orang kampung yang mempunyai rasa belaskasihan kepada mereka.
Akhirnya sang cucu pun menuruti keinginan neneknya untuk kembali ke kampung tapi hal yang tak di inginkan terjadi lagi, bahkan lebih kasar lagi bahkan memperlakukan si cucu layaknya bukan manusia dengan memberi si cucu daging yang terbuat karet (latek) yang rasanya hambar dan alot. Si cucu dengan kecewa dan dengan berkecil hati pulang ke gubuk nya dan si cucu serya memberikan daging pemberian orang kampung tersebut kepada si nenek dan nenek itu mencoba mencicipi daging pemberian si cucu, tapi alangkah terkejutnya si nenek mengetahui bahwa yang dimakan nya bukan lah daging melainkan karet. Setelah tahu bahwa daging pemberian orang kampung tersebut palsu maka murkalah si nenek sambil berkata "Celakalah kalian orang kampung karena telah memperlakukan kita seperti layaknya seekor binatang" ujarnya.

Lalu si nenek menyuruh si cucu untuk pergi lagi ke kampung dengan membawa seekor anak kucing yang didandani layaknya seperti manusia dengan sarung parang di pinggangnya dan menyuruh melepaskan anak kucing tersebut di tengah orang ramai. Si cucu pun mengikuti perintah sang nenek dan bergegas pergi ke kampung untuk melaksanakan apa yang ditugaskan sang nenek, sesampainya di kampung si cucu melepaskan anak kucing tersebut di tengah orang ramai dengan dandan yang di berikan kepada kucing dan beserta parang yang di ikat pada kucing tersebut sontak membuat orang orang yang melihatnya merasa lucu dan tertawa geli, serta beberapa dari mereka meneriaki, mengolok, menertawakan, dan mencemooh anak kucing tersebut.
Tak berselang lama kemudian, tiba-tiba langit berubah mendung dan gelap petir menyambar dimana-mana hujan batu pun turun,orang kampung yang berada di acara tersebut kocar-kacir menyelamatkan diri namun,upaya mereka semua hanya sia sia, seketika itu juga perkampungan tersebut berubah menjadi sebuah bukit yang diberi nama bukit Sebomban.

Sampai saat ini oarang Dayak Mayau(mayao) masih mengingat peristiwa ini dan memegang kepercayaan bahwa Pamali (pantang) menertawakan binatang terutama kucing.

Ini adalah salah satu cerita tua yang turun temurun dari generasi ke generasi adat dan ceritanya masih tetap di teruskan meningingat agar kita tidak boleh luput dari namaya cerita masalalu yang harus di ingat dan di ceritakan kembali kepada anak cucu kita nanti.

Komentar